KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat Indonesia merupakan suatu
masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek
kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyarakat kita
terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita
pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia
yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak
memiliki kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan
tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar kaitan antara
kebudayaan dengan masyarakat.
Melihat realita bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku
bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian mempunyai
ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah
satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di
Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan
suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari segi agama, mata pencaharian,
kesenian dan lain sebagainya.
Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya
merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang
kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya
akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka penulis membatasi pada
2. Seperti apakah kebudayaan suku Sunda ?
3. Bagaimana masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda ?
4. Bagaimana sistem interaksi dalam masyarakat Sunda ?
5. Bagaimana stratifikasi masyarakat Sunda ?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
2. Mengetahui kebudayaan suku Sunda.
3. Memahami salah satu bentuk masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda.
4. Menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian suku Sunda.
5. Mengetahui akan stratifikasi suku Sunda.
PEMBAHASAN
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang
berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di
ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah
administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan
sebagian Jawa Tengah. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah
penduduk terbanyak di Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan
ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia
terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang
merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa
yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi
banyak mendiami daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta.
Suku Minang dan Suku Batak banyak mendiami Kota-kota besar di Jawa
Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu
Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.
A. KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu
kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam
perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan tersebut
akan dijabarkan sebagai berikut :
1. SISTEM KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Sunda beragama Islam.
Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang
Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik,
Kristen, Hindu, Budha. Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik
masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan
untuk memelihara keseimbangan alam semesta.Keseimbangan magis
dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial
dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong). Hal yang
menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung,
salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal
(Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia
untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata).
Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik
kepada mereka.
2. MATA PENCAHARIAN
Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam.
Kebanyakan tidak suka merantau atauhidup berpisah dengan orang-orang
sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan
taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa
Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat
disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan
adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan,
pembinaan, dll.
3. KESENIAN
KIRAB HELARAN
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan
adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat
yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya
biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti ;
menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan
kegiatan hari-hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang
dari perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa arak-arakan
yang pernah digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini yang
bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan perkantoran Pemkot
Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh
kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, seperti
sisingaan, gotong gagak, kendang rampak, calung, engrang, reog,
barongsai, dan klub motor.
KARYA SASTRADi bawah ini
disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari
daerah kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca
mengenal karya sastra lainnya dalam bahasa Jawa namun berasal dari
daerah Sunda,
- Babad Cerbon
- Cariosan Prabu Siliwangi
- Carita Ratu Galuh
- Carita Purwaka Caruban Nagari
- Carita Waruga Guru
- Kitab Waruga Jagat
- Layang Syekh Gawaran
- Pustaka Raja Purwa
- Sajarah Banten
- Suluk Wuyung Aya
- Wahosan Tumpawarang
- Wawacan Angling Darma
- Wawacan Syekh Baginda Mardan
- Kitab Pramayoga/jipta Sara
PENCAK SIALAT CIKALONG
Pencak silat Cikalong tumbuh dikenal dan
menyebar, penduduk tempatan menyebutnya “Maempo Cikalong”. Khususnya di
Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada umumnya, hampir seluruh
perguruan pencak silat melengkapi teknik perguruannya dengan aliran ini.
Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.
Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.
SENI TARI
a. TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki
aneka budaya yang unik dan menarik, Jaipongan adalah salah satu seni
budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong
sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan
modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung.
Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti Kendang,
Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam
musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya
yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol
selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang,
berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong
sering dipentaskan pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta
pernikahan.
b. TARI MERAK
c. TARI TOPENG
SENI MUSIK DAN SUARA
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan Degung biasanya
ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada dan
alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan
Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan
Sinden karena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari.Dibawah ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda :
- Bubuy Bulan
- Es Lilin
- Manuk Dadali
- Tokecang
- Warung Pojok
WAYANG GOLEK
Jepang boleh terkenal dengan ‘Boneka
Jepangnya’, maka tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya.
Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu
dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang
disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam
menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan
Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang
Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau
acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari
(biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga
pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara
kebaikan dan kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya
banyak diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau
Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari
tanah India.Dalam Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan
Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang
selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing
gelak tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh
tersebut dengan variasi yang sangat menarik.
ALAT MUSIK
1. Calung adalah
alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan
angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung
adalah dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung
bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik
(da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi
wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi temen (bambu
yang berwarna putih).
2. Angklung adalah
sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus yang
ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal
penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian local atau
tradisional
3. KETUK TILU Ketuk
Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya
diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup
kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup
luas. Pemunculan tari ini di masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat
tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan
hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak
disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
4. SENI BANGRENG Seni
Bangreng adalah pengembangan dari seni “Terbang” dan “Ronggeng”. Seni
terbang itu sendiri merupakan kesenian yang menggunakan “Terbang”, yaitu
semacam rebana tetapi besarnya tiga kali dari alat rebana. Dimainkan
oleh lima pemain dan dua orang penabu gendang besar dan kecil.
5. RENGKONG Rengkong
adalah salah satu kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhur
masyarakat Sunda. Muncul sekitar tahun 1964 di daerah Kabupaten Cianjur
dan orang yang pertama kali memunculkan dan mempopulerkannya adalah H.
Sopjan. Bentuk kesenian ini sudah diambil dari tata cara masyarakat
sunda dahulu ketika menanam padi sampai dengan menuainya
6. KUDA RENGGONG Kuda
Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu jenis kesenian helaran yang
terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang. Cara
penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni, budak
sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut
dihias seperti seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para
Dalem Baheula, memakai Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
7. KECAPI SULING Kacapi
Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara
alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang
biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/
alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di
daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat
dan seluruh dunia.
4. SISTEM KEKERABATAN
Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat
parental, garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu bersama.
Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga.
Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda dikenal adanya pancakaki
yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan.
Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah,
dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur.
Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti
anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara
piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak
adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis keturunan.
5. BAHASA
Bahasa yang digunakan oleh suku ini
adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda adalah bahasa yang diciptakan dan
digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai alat
pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu
bahasa Sunda merupakan bagian dari budaya yang memberi karakter yang
khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku dari
beberapa Suku yang ada di Indonesia.
6. ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Masalah pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang baik.Ini
terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat
memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi
warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintahan. Visi Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa
Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan
Ibukota Negara Tahun 2010” merupakan kehendak, harapan, komitmen yang
menjadi arah kolektif pemerintah bersama seluruh warga Jawa Barat dalam
mencapai tujuan pembangunannya.
Pembangunan pendidikan merupakan salah
satu bagian yang sangat vital dan fundamental untuk mendukung
upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan
pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, mengingat secara
hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia
yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka
penting untuk senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi
setempat. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku
Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang
telah diakui memiliki makna mendalam adalah cageur, bageur, bener, pinter, tur singer.
Dalam kaitan ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam
mengimplementasikan setiap rencana pembangunan, termasuk di bidang
pendidikan. Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur, amanah, penyayang dan takwa. Pinter, memiliki ilmu pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif.Sebagai sebuah upaya mewujudkan pembangunan pendidikan berfalsafahkan cageur, bageur, bener, pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan social cultural heritage approach.
Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif masyarakat
dalam menyukseskan program pembangunan pendidikan yang digulirkan
pemerintah
7. ADAT ISTIADAT
UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU SUNDA
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan
calon mempelai yang ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya
mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian acaranya dapat
dilihat berikut ini.
- Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat mempersunting seorang gadis.
- Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
- Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
- Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
- Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak
dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
- Dipimpin pengeuyeuk.
- Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
- Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk
- Disawer beras, agar hidup sejahtera.
- dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
- Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
- Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
- Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).
- Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
- Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
- Upacara Prosesi Pernikahan
- Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
- Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
- Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
- Sungkeman,
- Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
- Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
- Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
- Nincak endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga
kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar
pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin
masuk menuju pelaminan
B. MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu
kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan,
dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda
sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua,
setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. “Kegemilangan”
kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara
dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan
acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda. Dalam
perkembangannya kebudayaan Sunda kini seperti sedang kehilangan ruhnya
kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan
berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan
Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik
dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan
yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti
tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari
luar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak
unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai
contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas orang
Sunda tampak semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya
para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa
Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan
“keterbelakangan”, untuk tidak mengatakan primitif. Akibatnya, timbul
rasa gengsi pada orang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam
pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa “gengsi” ini terkadang ditemukan
pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda,
termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau
berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.
Adanya kondisi yang menunjukkan lemahnya
daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda disebabkan karena
ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda serta
lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat) di
kalangan komunitas Sunda. Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar
dan tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak
adanya “pegangan bersama” yang lahir dari suatu proses yang
mengedepankan prinsip-prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan
mengembangkan secara lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Apalagi jika
kita menengok sekarang ini kebudayaan Sunda dihadapkan pada pengaruh
budaya luar. Jika kita tidak pandai- pandai dalam memanajemen masuknya
budaya luar maka kebudayaan Sunda ini lama kelamaan akan luntur bersama
waktu.
Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang
sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan untuk dijadikan
model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak tidak mendapat
sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai makanan tradisional
yang dimiliki orang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi,
colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi
cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya
dengan lebih bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih
luas. Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi
penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya
budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya
tulis pada komunitas Sunda secara tidak langsung merupakan representasi
pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling
menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya tulis tentang
kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh orang Sunda
C. SISTEM INTERAKSI DALAM SUKU SUNDA
Jalinan hubungan antara individu-
individu dalam masyarakat suku Sunda dalam kehidupan sehari- hari
berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda mempunyai sifat
someah hade ka semah. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah
surut berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah
airnya. Lebih jauh lagi, banyak sekali sektor kegiatan strategis yang
didominasi kaum pendatang. Ini juga sebuah fakta yang menunjukkan bahwa
orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepada kaum pendatang
dan tamu.
Diakui pula oleh etnik lainnya di negeri
ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda memang telah menjalin hubungan
yang harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang dan mukimin. Hal ini
ditandai oleh hubungan mendalam penuh empati dan persahabatan Tidaklah
mengherankan bahwa persahabatan, saling pengertian, dan bahkan
persaudaraan kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara warga
Sunda dan kaum pendatang. Hubungan urang Sunda dengan kaum pendatang
dari berbagai etnik dalam konteks apa pun-keseharian, pendidikan,
bisnis, politik, dan sebagainya-dilakukan melalui komunikasi yang
efektif. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kesalahpahaman dan
konflik antarbudaya antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi penyebab utamanya
adalah komunikasi dari posisi-posisi yang terpolarisasikan, yakni
ketidakmampuan untuk memercayai atau secara serius menganggap pandangan
sendiri salah dan pendapat orang lain benar.
Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati
ke hati, gaya dan ragam bahasa (termasuk logat bicara), cara bicara
(paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara menyapa, cara
duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut
memengaruhi berhasil tidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda.
Pada akhirnya, di balik kearifan, sifat ramah, dan baik hati orang
Sunda, sebenarnya masih sangat kental sehingga halini menjadi penunjang
di dalamterjalinnya system interaksi yang berjalan harmonis.
D. STRATIFIKASI SUKU SUNDA
Masyarakat Jawa Barat, yaitu masyarakat
Sunda, mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat. Nilai individu sangat
tergantung pada penilaian masyarakat. Dengan demikian, dalam
pengambilan keputusan, seperti terhadap perkawinan, pekerjaan, dll.,
seseorang tidak dapat lepas dari keputusan yang ditentukan oleh kaum
keluarganya. Dalam masyarakat yang lebih luas, misalnya dalam suatu
desa, kehidupan masyarakatnya sangat banyak dikontrol oleh pamong desa.
Pak Lurah dalam suatu desa merupakan “top leader” yang mengelola
pemerintahan setempat, berikut perkara-perkara adat dan keagamaan.
Selain pamong desa ini, masih ada golongan lain yang dapat dikatakan
sebagai kelompok elite, yaitu tokoh-tokoh agama. Mereka ini turut selalu
di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan bagi kepentingan
kehidupan dan perkembangan desa yang bersangkutan. Paul Hiebert dan
Eugene Nida, menggambarkan struktur masyarakat yang demikian sebagai
masyarakat suku atau agraris.
Perbedaan status di antara kelompok elite
dengan masyarakat umum dapat terjadi berdasarkan status kedudukan,
pendidikan, ekonomi, prestige sosial dan kuasa. Robert Wessing, yang
telah meneliti masyarakat Jawa Barat mengatakan bahwa ada kelompok
“in group” dan “out group” dalam struktur masyarakat. Kaum memandang sesamanya sebagai “in group” sedang di luar status mereka dipandang sebagai “out group.
W.M.F. Hofsteede, dalam disertasinya Decision-making Process in Four West Java Villages
(1971) juga menyimpulkan bahwa ada stratifikasi masyarakat ke dalam
kelompok elite dan massa. Elite setempat terdiri dari lurah,
pegawai-pegawai daerah dan pusat, guru, tokoh-tokoh politik, agama dan
petani-petani kaya. Selanjutnya, petani menengah, buruh tani, serta
pedagang kecil termasuk pada kelompok massa. Informal leaders,
yaitu mereka yang tidak mempunyai jabatan resmi di desanya sangat
berpengaruh di desa tersebut, dan diakui sebagai pemimpin kelompok
khusus atau seluruh desa.
Hubungan seseorang dengan orang lain
dalam lingkungan kerabat atau keluarga dalam masyarakat Sunda menempati
kedudukan yang sangat penting. Hal itu bukan hanya tercermin dari adanya
istilah atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan itu yang langsung dan
vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak, incu) maupun yang tidak langsung dan horisontal (dulur, dulur misan, besan), melainkan juga berdampak kepada masalah ketertiban dan kerukunan sosial. Bapa/indung, aki/nini, buyut, bao menempati kedudukan lebih tinggi dalam struktur hubungan kekerabatan (pancakaki) daripada anak, incu, alo, suan. Begitu pula lanceuk (kakak) lebih tinggi dari adi (adik), ua
lebih tinggi dari paman/bibi. Soalnya, hubungan kekerabatan seseorang
dengan orang lain akan menentukan kedudukan seseorang dalam struktur
kekerabatan keluarga besarnya, menentukan bentuk hormat menghormati,
harga menghargai, kerjasama, dan saling menolong di antara sesamanya,
serta menentukan kemungkinan terjadi-tidaknya pernikahan di antara
anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti baru.
Pancakaki dapat pula digunakan
sebagai media pendekatan oleh seseorang untuk mengatasi kesulitan yang
sedang dihadapinya. Dalam hubungan ini yang lebih tinggi derajat pancakaki-nya hendaknya dihormati oleh yang lebih rendah, melebihi dari yang sama dan lebih rendah derajat pancakaki-nya.
KESIMPULAN
Suku Sunda merupakan salah satu suku
bangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda memiliki kharakteristik yang unik
yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Kekharakteristikannya
itu tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi agama,
bahasa, kesenian, adat istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang dimiliki suku Sunda ini
menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang
perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan membuat makalah suku Sunda ini
diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku
Sunda tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada
kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar